I love being miserable. I always feel like I’m lack of attention from people around me. Basically, I have Münchausen Syndrome. Merasa asing dengan istilah satu ini?. Saya juga, sampai sekitar 2 atau 3 minggu yang lalu seseorang menjelaskan kepada saya bahwa kemungkinan besar saya mengidap sindrom ini. Kecewa?, iya. Karena kenapa juga harus saya sadari ini dari mulut orang lain?. Sedih?, sangat. Saya pikir kenapa belum cukup saja saya di diagnosis depresi. Tapi ternyata (ga tau ini salah saya atau dokternya), saya juga bukan depresi. Depresi memang ada levelnya masing-masing. Depresi saya adalah efek Münchausen syndrome. Saya depresi karena tekanan masalah saya, baik itu internal ataupun eksternal. Saya depresi karena saya orang yang tertutup. Saya depresi karena sifat saya selalu menyangkal fakta-fakta menyakitkan yang disajikan oleh orang lain kepada saya. Saya depresi karena saya selalu melawan dan berontak kalau segala sesuatunya tidak sejalan dengan kemauan saya. Dan di titik ini, betapa saya sangat menyadari, sifat egois saya belum luntur. Gimana mau luntur kalau ternyata ini bukan hanya sekedar sifat?. Ini sudah menjadi watak saya. Musuh terbesar dalam diri saya adalah keegoisan dan keras kepala. Diatas semua ini, kalian pasti bertanya, "pernahkah sekali saja ketika kamu menyadari semua ini, kamu meminta tolong kepada seseorang atau kepada siapapun?", bukan tidak ada yang mengulurkan tangannya kepada saya untuk membantu. Dokter UGD memberikan surat rujukan kepada ibu saya yang ditujukan kepada dokter spesialis kejiwaan. Apa reaksi saya waktu itu?. Call me drama queen, tapi hal pertama yang saya lakukan ketika membaca isi surat itu adalah merobeknya. Saya menurunkan derajat dokter dengan melakukan itu, mungkin iya. Saya merasa tidak terima, dan menyangkal isi surat rujukan itu bahwa saya tidak mengidap apapun yang dituliskan oleh dokter UGD itu. Saya tidak perlu sampai menjadi pasien dokter spesialis kejiwaan. Saya histeris, saya drop gila-gilaan, saya menjerit dengan berkata saya tidak gila. Padahal tidak aja satu orangpun yang bilang saya gila. Cuman saya berpikir sangat pendek waktu itu, orang yang sampai harus ke dokter spesialis kejiwaan berarti mentalnya sakit. Mentalnya sakit it means dia gila. “ Kenapa sih sampe harus kaya gitu atau segitunya? ”, mungkin ada beberapa di antara kalian yang bertanya seperti itu. Saya mencoba breakdown semuanya. Saya jadi histeris gitu, karena perhatian yang saya harapkan ternyata tidak ada yang mempedulikan. Ibu saya membiarkan saya mengurung diri di kamar, yang kerjaannya hanya tidur dan menangis. Iya, kerjaan saya di kamar hanya tidur, bangun dan menangis. Begitu 2 hari berturut-turut. Dia tidak mengingatkan saya untuk makan karena dia pikir saya sudah cukup dewasa untuk menyadari ada alert lapar dalam diri saya. Dia tidak mengetuk pintu kamar saya untuk menyuruh saya mandi. Dan saya?, sangat menikmati momen mengkasihani dan menelantarkan diri sendiri itu. Kenapa?, karena hal yang dapat menyembuhkan saya hanya sesuatu atau seseorang yang memang sesuai dengan kemauan saya. Selama itu tidak ada, saya akan terus-terusan menjadi seperti itu. Itu salah satu gejala Münchausen syndrome. Mencari perhatian. And I turned into attention seeker whore.
Münchausen Syndrome adalah istilah untuk gangguan kejiwaan yang dikenal sebagai gangguan buatan dimana mereka berpura-pura terkena penyakit, penyakit, atau trauma psikologis dalam rangka untuk menarik perhatian atau simpati. There I said. Siklus saya masuk rumah sakit hampir sama dengan siklus haid. Tahun 2010 lalu, saya 8 kali masuk rumah sakit. UGD lebih tepatnya. Yang sering kali disebabkan, saya HANYA kesulitan bernafas, gastritis karena seringnya terlambat makan dan secara hasil periksa medis, saya tidak memiliki suatu penyakit yang serius. Semua itu untuk apa?, jawabannya hanya satu. SIMPATI. Ini bukan salah satu produk provider. Tapi as literally sympathy. Rasa belas kasihan yang diberikan orang-orang, saya pikir dapat menguatkan saya. Padahal salah!, itu hanya memanjakan saya dan saya menikmatinya. Saya sudah tidak bisa menyangkal atau menghindar lagi dari ini semua. Bahwa saya sedemikian parahnya memiliki gangguan kejiwaan ini.
Beberapa dari penyakit yang berkaitan dengan Münchausen Syndrome ini memang saya miliki. Tapi kadang saya hanya melebih-lebihkan gejalanya. Saya tidak akan berhenti sebelum saya jatuh ke dalam kondisi yang lebih parah. Sekarang ini yang saya rasakan lebih dari takut lagi. Saya takut saya bisa lebih jauh membahayakan diri saya sendiri dan ini akan berdampak panjang kepada orang-orang sekitar saya. Saya berhutang banyak kepada orang tua, kepada keluarga dan teman-teman saya. Yang sesungguhnya pun masih akan tetap ada dan peduli tanpa saya harus menjadi seperti ini. I’m looking for help, for myself. Karena banyak yang harus saya bayar dari ini, dari semua yang telah saya lakukan. Dengan segala kerendahan hati, saya meminta maaf kepada semua pihak yang telah saya rugikan. Saya meminta maaf dengan tulus hati.
0 comments:
Posting Komentar