April 10th. 09.23pm
Toleransi itu mahal harganya. Saya akhirnya bisa juga nulis review film “?” (tanda tanya) ini dan itu tadi adalah pesan moral yang dapat saya tarik. Saya salut kepada Hanung Bramantyo yang dapat menggambarkan secara jujur realita keadaan yang terjadi di negara ini. Film ini bisa dibilang cina banget, katolik banget, islam banget, atau apapun unsur SARA yang ada di dalamnya. Tapi itu semua kembali ke penafsiran para penonton. Karena dari sini juga muncul pro dan kontra yang saling mendukung, mempertanyakan bahkan menyudutkan.
Scene pertama dan kedua membuka mata saya, bagaimana keberagaman yang ada di antara kita selama ini seharusnya membuat kita bangga dan berbesar hati menerima perbedaan yang ada. Tapi semua itu luntur dan lenyap ketika berganti ke scene-scene berikutnya ditampilkan.
Para pemain yang terlibat dalam film ini, Revalina S Temat (Menuk), Reza Rahadian (Soleh), Rio Dewanto (Hendra alias Ping Hen), Agus Kuncoro (Surya), Endhita (Rika), dan Hengky Sulaeman (Tan Kat Sun) membawakan perannya masing-masing dengan sangat baik. Iya, sangat baik. Karena saya bisa merasakan bagaimana mereka memposisikan diri ke dalam perannya. Minus Endhita sebagai Rika, masih terasa kaku dalam mengekspresikan keputusannya berpindah agama dan menanggapi pandangan masyarakat kepada dirinya. Tapi itu semua sangat tertolong dengan adanya skenario yang brilian oleh Titien Wattimena (congrats,mbak Tien!. You made it again).
Film “?” (tanda tanya) ini mengambil setting waktu mulai awal hingga akhir tahun 2010 di kota Semarang, Jawa Tengah. Dimulai dari tahun baru 2010 berjalan ke perayaan Paskah, bulan puasa / Ramadhan, hingga perayaan Natal dan ditutup saat malam Tahun Baru 2011.
Inti dari ceritanya sendiri adalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat sekitar. Pandangan maupun gesekan antara kaum pribumi dengan para etnis Tionghoa, pandangan atau pemahaman seseorang dari suatu agama ke agama yang lainnya yang dapat menimbulkan aksi anarkis yang membabi buta semata-mata hanya karena emosi dsb.
Menuk seorang wanita sholehah yang memilih menikah dengan Soleh yang merupakan seorang pengangguran tapi taat beragama. Menuk sendiri bekerja di restoran Cina milik Tan Kat Sun. Meskipun restoran Tan Kat Sun menjual masakan yang mengandung babi, tapi beliau merupakan orang yang sangat tolerir dengan umat lain. Hal ini yang tidak dapat ditemukan di dalam diri Hendra, anaknya yang diharapkan menjadi penerus bisnis restoran tersebut.
Rika adalah pelanggan restoran Tan Kat Sun dan teman dari Menuk. Seorang muslim yang memutuskan berpindah agama, kemudian memeluk agama Katholik karena dihadapkan pada pilihan bercerai atau di madu (baca : poligami). Disini diceritakan bagaimana dia bertahan terhadap pandangan masyarakat umum terhadap dirinya yang mencibir dirinya sebagai murtadin.
Surya seorang pengangguran yang berusaha menjajal dunia akting tapi selama ini terus menjadi pemain figuran saja hingga akhirnya mendapat peran utama sebagai Yesus di pementasan drama Paskah di sebuah gereja. Surya mengalami konflik batin yang kuat hingga membawa dirinya berkonsultasi kepada seorang Ustadz.
Untuk mengetahui ringkasan cerita lebih detilnya, bisa langsung mampir ke situs resmi film ini : http://filmtandatanya.com/
KONTROVERSI
Film ini juga belum sepi dari kontroversi. Pertama kali datang dari Banser NU yang diundang oleh Hanung Bramantyo pada saat premierenya. Sedikit mengutip dari artikel kompas.com: Dalam film tersebut, Banser versi Hanung digambarkan sebagai sosok yang mudah cemburu dan dangkal pengetahuannya. Kembali pada penafsiran masing-masing, apabila memang ada gambaran karakter Banser NU yang berlaku tidak wajar, itu merupakan gambaran watak perseorangan, bukan mewakili 1 organisasi.
Kedua, protes datang dari MUI (ehem.kalo MUI belum protes, emang belum ada gregetnya mungkin ya?). Protes ini berlanjut sampai adanya rencana megeluarkan fatwa haram dan menarik film ini dari peredaran. Menurut salah satu sumber yang saya baca, fatwa ini dikeluarkan karena film ini bertentangan dengan akidah agama Islam. Well, sebenernya juga seperti yang sudah saya bilang di atas, film ini Islam banget, Cina banget, Katolik banget, which is kalau dipersingkat ya yang ada hanya keberagaman. Saya ga bisa komentar banyak deh soal ini.
"Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini, tapi di jalan setapaknya masing-masing.Semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama. Mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama… yaitu TUHAN."
After all, sekali lagi film ini bagus. Karena mungkin hanya 1 dari sekian banyak film yang berani mengangkat tentang kondisi sosial di Indonesia. Dengan judul yang unik dan memang mengundang pertanyaan, film ini saya sarankan ditonton dengan jiwa lahir batin yang bersih, agar maksud film ini yang ingin menyampaikan arti keberagaman di antara dapat diterima dengan pikiran yang terbuka.
SOUNDTRACK
Sheila On 7 menyumbangkan 2 lagu dari album terbarunya, “Berlayar” yaitu “Kamus Hidupku” dan “Pasti Ku Bisa.” Tidak hanya itu, 2 lagu lamanya “Kita” dan “Yang Terlewatkan” juga terasa sangat manis di adegan yang memang pas momennya. Lama tidak mendengarkan lagu-lagu mereka ternyata bikin kangen juga. Selain itu seniman Sudjiwo Tedjo juga berpartisipasi di dalam film ini dengan lagu “Titi Kala Mangsa.” Hanya satu kata, BRILIAN!.
4 comments:
yang kurang disini adalah Banser dikatakan sebagai pekerjaan, sebenernya banser kan bukan suatu pekerjaan
kesalahannya mungkin ada di skenario.atau memang kurangnya pemahaman arti kata banser pada peran Soleh :)
aku belom nonton loh pengen -_-
you should, then :)
Posting Komentar